Friday, April 13, 2012

Budaya Mengantri

Budaya mengantri untuk setiap manusia haruslah di tanamkan sejak kecil. Agar saat dewasa sudah terbiasa untuk mengantri. Tetapi sayangnya hingga saat ini masih banyak orang tidak mau untuk mengantri dan lebih memilih untuk mendahului orang yang sedang mengantri, tentu saja jika orang yang didahului marah maka akan menimbulkan perkelahian.

, Dalam kamus Bahasa Indonesia antri atau antre adalah berdiri berderet-deret (berjajar-jajar). Contoh hewan yang konkrit melakukannya adalah semut dan rayap. Di negara maju seperti Jepang dan Korea, budaya antri sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka.

Di kota-kota besar, budaya antri mulai terlihat dengan baik. Jika ada konsumen yang nyelonong biasanya langsung ditegur beramai-ramai. Namun budaya antri belumlah menjadi budaya yang mengakar di Indonesia. Hanya sebagain warga yang menyadari.

Akibat budaya mengantri yang belum tertanam dengan baik. Banyak peristiwa miris yang terjadi. Kisruh pembagian zakat yang menelan korban di Jawa Timur, jika ditilik memiliki persoalan pada antri-mengantri.

Persoalan lainnya pun bermunculan. Pembagian seperti zakat, sembako gratis, minyak tanah berakhir kisruh. Aksi dorong-dorongan, sikut-sikutan pun tak bisa terelakkan. Ujungnya memakan korban jiwa.



Nama : Ivan Muhammad Rifai
NPM : 53411756
Kelas : 1IA12

Budaya politik
Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
Secara umum budaya politik terbagi atas tiga :
a.    Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, dan pasif)
b.    Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi)
c.    Budaya politik partisipatif (aktif)

Tipe-tipe Budaya politik :
1.    Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat di katakan Parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut. Tipe budaya politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai, atau dukun,yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang bersifat politis, ekonomis atau religius.

2.    Budaya politik kaula (subjek),yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. Namun frekuensi orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka di arahkan pada otoritas tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.


3.    Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.


Nama : Ivan Muhammad Rifai
NPM : 53411756
Kelas : 1IA12
Budaya organisasi

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya.  Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Asal mula budaya organisasi yaitu Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi.
 Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.


Nama : Ivan Muhammad Rifai
NPM : 53411756
Kelas : 1IA12

Tugas 3 IBD

Globalisasi dan Budaya

Perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi telah mengubah dunia. Dulu tak ada orang membayangkan, dunia yang begitu luas akan menjadidesa global ( global village).
 Tahun 1964 ketika Marshall Mc Luhanmengemukakan teori determinisme teknologi dalam buku Understanding Media, banyak orang yang sulit mengerti, dan tidak bisa membayangkan konsepsi global village.
 Pemikiran Mc Luhan saat itu dinilai kontroversi, dan membingungkan.Tapi sekarang, globalisasi memang benar -benar menjadi kenyataan. Penduduk dunia saling berhubungan semakin erat hampir di semua as pek kehidupan. Dari bertukar informasi, budaya, perdagangan, investasi, pariwisata, hingga persoalan pribadi, ataupun aspek kehidupan lain.Semakin nyata perkembangan teknologi komunikasi secara signifikanmemang berimbas ke berbagai sektor. Media massa global seperti CNN, MTV,CNBC, HBO, BBC, ESPN, dan lain -lain, telah menjangkau dan menembusyuridiksi berbagai negara.
Internet yang memungkinkan adanyakomunitas virtual yang berkomunikasi secara intensif di dunia maya, antara orang banyak dengan orang banyak yang pesertanya berasal dari berbagai belahandunia tanpa batas (McQuail, 2002 hal: 113). Menurut catat an Nua.com, pertumbuhan pengguna internet ( growth of internet users) sampai tahun 2001, jumlahnya sudah mencapai 500 juta orang (Lister et all, 2003:204). Padahaltahun 1998 baru sekitar 120 jutaan. Artinya ada peningkatan yang sangatsignifikan.
Kondisi semacam ini tentu saja memunculkan kekhawatiran, bahkan krisiskebudayaan di berbagai negara. Budaya lokal, baik yang berupa seni maupun budaya pop lokal banyak yang terancam tersisihkan. Atau terkontaminasi dari budaya global dari Amerika.
Alhasil ada ketegangan-ketegangan karenaterjadinya benturan antara budaya global yang dianggap modern, dengan budayalokal yang mewakili semangat nasionalisme atau bahk an kedaerahan, tapi jugayang berkesan tradisional.Kekhawatiran atau penolakan globalisasi yang juga sering disebut denganAmerikanisasi ini muncul tidak hanya di negara berkembang ataupun negaradunia ketiga. Di negara maju Eropa seperti di Perancis, Je rman, Itali bahkanInggrispun tak henti-hentinya muncul kritikan dan ketidaksukaan pada globalisasiyang mereka nilai sebagai Amerikanisasi itu. Sebagaimana dikemukakan olehSimon Frith (2000), profesor dari University of Stirling, Scotlandia Inggris, yan gmengatakan :
“At the end of nineteenth century, there has been a recurrent fear of ‘Americanization’, whether articulated in defence of existing European culture or as and attack from the third world againt ‘cultural imperialism’, and it is easyenough to envisage to media future in which MTV is on every screen, a Hollywood film in every movie theatre. Disneyland in every continent. MeriahCarey on every radio station, and Penthouse and Cosmopolitan in every

Sumber : http://www.scribd.com/anon-134143/d/5141678-Globalisasi-Budaya

Nama : Ivan Muhammad Rifai
NPM : 53411756
Kelas : 1IA12